Kamis, 30 Mei 2013

Small Solution


I.       Latar Belakang
Tahu merupakan makanan tradisional bagi sebagian besar masyarakat di Indonesia. Makanan ini banyak digemari selain karena rasanya yang enak dan harganya terjangkau, tahu juga mengandung gizi yang baik dan pembuatannya yang murah dan sederhana.
Sekarang ini sebagian besar industri pengolah tahu merupakan industri kecil berskala rumah tangga. Teknologi yang digunakan juga rata-rata teknologi sedehana sehingga penggunaan air dan bahan baku masih rendah dan tingkat produksi limbahnya juga relatif tinggi.
Limbah sendiri merupakan sisa dari suatu proses produksi baik industri maupun domestik (rumah tangga) yang tidak diinginkan dan dibuang. Proses produksi akan berpengaruh terhadap jenis limbah yang dihasilkan. Proses yang dilakukan industri tahu juga pasti menghasilkan limbah. Untuk mengetahui limbah yang dihasilkan maka diperlukan pengetahuan mengenai proses pengolahan tahu yang umumnya digunakan oleh industri tahu.
Tahap awal proses produksi tahu yakni melakukan pencucian dan perendaman kedelai dengan air bersih. Perendaman kedelai ini dilakukan selama 3-12 jam pada suhu kamar 25oC dengan tujuan memudahkan penggilingan. Kemudian dilakukan pengupasan kulit kedelai. Kedelai yang sudah bersih dari kulitnya digiling. Hasil gilingan ini berupa bubur kedelai yang selanjutnya direbus dengan air bersih selama 30 menit pada suhu 100 – 110 oC. Perebusan ini bertujuan untuk menginaktifkan zat antinutrisi kedelai seperti tripsin inhibitor dan sekaligus meningkatkan nilai cerna, menggumpalkan protein serta menambah keawetan produk (Kaswinarni, 2007: 13). Rebusan kedelai disaring dalam keadaan panas dengan menggunakan kain mori sambil dibilas dengan air hangat. Ampas tahu disisihkan sedangkan filtrat yang diperoleh ditampung dalam bak. Filtrat ini diaduk-aduk sambil ditambahkan asam cuka. Pemberian asam ini digunakan untuk menggumpalkan protein. Pemberian asam cuka dihentikan ketika terlihat ada penggumpalan. Gumpalan tahu yang diperoleh dipisahkan dari air yang mengandung asam cuka. Selanjutnya dilakukan proses pencetakan /pengepresan. Pencetakan gumpalan tahu umumnya menggunakan cetakan kayu. Kemudian gumpalan ini ditutupi kain dan dipres. Setelah cukup dingin, tahu dipotong-potong sesuai dengan keinginan.
Proses produksi tahu secara detail akan disajikan dalam bentuk diagram alir di bawah ini:
Gambar 1. Skema Proses Produksi Tahu
Sumber: KLH dalam Kaswinarni (2007)

Sumber timbulan limbah cair industri tahu berasal dari air yang banyak digunakan sebagai bahan pencuci dan merebus kedelai untuk proses produksinya. Komponen terbesar dari limbah cair tahu yaitu protein sebesar 226,06 sampai 434,78 mg/L (40-60%). Komponen organik lainnya yaitu karbohidrat 25-50% dan lemak 10% (Pujiastuti, 2009). 
Mengingat limbah cair yang mendominasi di produksi tahu, para pengolah tahu biasanya masih banyak yang kurang sadar bahwa dalam air limbahnya mengandung berbagai macam senyawa organik sehingga mereka cenderung membuang air limbahnya di selokan dekat rumah ataupun sungai. Seperti halnya industri kecil tahu di Desa Kedunglo Kecamatan Mojowarno Kabupaten Jombang yang jumlahnya masih ada 2 industri. Kedua industri tahu rumahan ini masih membuang limbah cairnya di selokan. Sehingga menimbulkan bau yang tidak sedap di lingkungan tersebut. Sedangkan limbah padatnya ada yang dibuang dan ada juga yang digunakan sebagai pakan ternak.
Untuk itu, paper ini dibuat untuk memberikan gambaran dan sedikit rancangan guna membantu industri kecil tahu dalam mengelola limbahnya dan mengurangi pencemaran lingkungan akibat limbah tahu yang mereka hasilkan. 

I.       Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, diperoleh permasalahan di bawah ini:
1.      Bagaimana cara melakukan pengolahan limbah padat untuk industri kecil tahu?
2.      Bagaimana cara melakukan pengolahan limbah cair untuk industri kecil tahu?

II.     Jenis Limbah yang Dihasilkan
Jenis limbah tahu yang dihasilkan ada dua macam yakni limbah padat dan limbah cair. Limbah padat yang dihasilkan yaitu kulit kedelai dan ampas tahu. Selain itu, mungkin diperoleh kotoran seperti kerikil atau tanah yang jumlahnya tidak begitu banyak.  
Limbah cair yang dihasilkan dari proses produksi tahu antara lain air yang berasal dari proses pencucian dan perendaman kedelai, perendaman kedelai, penggumpalan dan pencetakan/pengepresan. Sebagian besar limbah cair ini berupa cairan kental dan biasa disebut sebagai air dadih (whey). Cairan ini mengandung kadar protein tinggi.

III. Teknik Pengolahan Limbah
Pengolahan limbah merupakan serangkaian kegiatan yang bertujuan untuk mengurangi pencemaran lingkungan yang diakibatkan oleh adanya limbah. Pengolahan limbah ini disesuaikan dengan karakteristik dan jenis limbahnya agar bisa diperoleh hasil yang maksimal.  
Industri tahu menghasilkan dua jenis limbah seperti yang telah dijelaskan di atas. Teknik pengelolaan limbah yang ditawarkan untuk industri kecil tahu ada 2 macam sesuai dengan jenis limbah yang dihasilkan. Teknik pengolahan limbah tahu yang pertama yaitu teknik daur ulang untuk limbah padat. Teknik pengolahan limbah tahu kedua yaitu pengolahan secara biologi untuk limbah cair dengan teknik anaerob.
Teknik pengolahan limbah pertama yakni daur ulang limbah padat tahu. Limbah padat tahu yang didaur ulang ialah selain kotoran seperti kerikil atau tanah karena material itu dapat dibuang dan tidak mencemari lingkungan. Jadi, limbah padat yang didaur ulang yaitu kulit kedelai dan ampas tahu.
Dasar dari teknik daur ulang ini diusulkan yaitu kandungan gizi ampas tahu yang cukup tinggi. Adapun data komposisi kandungan zat gizi pada ampas tahu menurut Pudjihastuti (Tarmidi, 2010) adalah sebagai berikut:
Berdasarkan data di atas, ampas tahu dapat didaur ulang menjadi barang yang ekonomis. Teknik daur ulang yang ditawarkan yaitu ampas tahu ini dijadikan sebagai bahan pengganti tepung sedangkan kulit kedelai digunakan sebagai campuran pakan ternak.
Kulit kedelai digunakan sebagai campuran pakan ternak Ruminansia. Setelah proses produksi dilakukan, kulit kedelai yang diperoleh dikumpulkan dalam satu wadah. Kemudian bisa dicampurkan dengan pakan ternak golongan Ruminansia.
Ampas tahu diolah dengan proses tertentu sehingga dapat menjadi pengganti tepung beras atau tepung terigu. Proses pembuatan tepung dari ampas tahu yaitu sejumlah ampas tahu diperas airnya dan dikukus selama kurang lebih 15 menit. Ampas yang sudah dikukus diletakkan di atas papan dan dijemur di bawah terik matahari. Setelah kering, ampas dihaluskan dengan cara digiling atau diblender dan diayak. Tepung yang dihasilkan tahan lama. Tepung ini dapat langsung dijual dengan harga yang lebih mahal jika dibandingkan dengan langsung menjual ampas tahu sebagai pakan ternak.
            Rancangan daur ulang ampas tahu menjadi tepung ini yaitu:
Teknik pengolahan limbah cair industri tahu kecil yang ditawarkan yaitu secara biologis. Proses pengolahan limbah cair secara biologis ini dilakukan dengan memanfaatkan aktivitas mikroorganisme (bakteri, ganggang, protozoa, dll) untuk menguraikan atau merombak senyawa-senyawa organik dalam air menjadi zat-zat yang lebih sederhana (cf. Sani, 2006: 20).
            Teknik pengolahan limbah cair tahu yang ditawarkan secara biologi khususnya anaerob karena murah dan cocok untuk industri kecil serta berguna bagi daya dukung kelancaran produksi. Proses anaerob ini merupakan proses pengubahan senyawa organik menjadi metana (CH4) dan karbon dioksida (CO2) tanpa adanya oksigen (O2). Reaksi kimia penguraian senyawa organik dengan proses anaerob secara keseluruhan yaitu:
Kadar protein limbah cair tahu cukup tinggi sehingga jika ditambahkan bakteri tertentu, protein maupun senyawa organik lainnya akan terdegradasi menjadi senyawa-senyawa di atas dan salah satunya yaitu gas metan (CH4) yang sifatnya mudah terbakar, bau dan tidak berwarna. Gas metan yang dihasilkan ini biasanya disebut dengan biogas. Sifat gas metan sendiri mudah terbakar dapat dimanfaatkan menjadi gas untuk memasak.
            Bakteri yang digunakan dalam proses pembuatan biogas ini ada 3 jenis yaitu bakteri hidrolisis, fermentasi, dan metanogens. Bakteri yang digunakan dalam proses anaerob ini yaitu Clostridium, Lactobacillus, Streptococcus, Syntrobacter wolnili, Syntrophomonas wolfei, Methanobacterium formicum dan Methanobacterium mobilis. Adapaun prosedur penguraian senyawa organik dengan bakteri-bakteri di atas adalah sebagai berikut:
                               Gambar 3. Skema proses penguraian zat organik
                                     dengan bakteri menghasilkan gas metan
                                       Sumber: Said dan Wahjono (LIMTT)
            Rancangan pengolahan limbah cair tahu menjadi biogas dengan cara anaerob adalah sebagai berikut:
Keterangan:
Nomer 1: kolam penampung dari semen + penutup
            2 : celah kecil plus penutup untuk memasukkan limbah
            3 : celah kecil plus penutup untuk saluran pembuangan lumpur
            4 : pipa penyalur gas
            5 : kran buka tutup
            6 : kompor
            7 : pipa aliran menuju selokan atau sungai
                       
            Limbah cair yang dihasilkan dimasukkan ke dalam kolam penampung, selanjutnya bakteri yang dibutuhkan dimasukkan. Kolam penampung awal terjadi proses pengendapan kotoran seperti kerikil, atau suspensi yang nantinya akan mengendap menghasilkan lumpur. Sedangkan cairan yang ada di atasnya mengandung berbagai senyawa organik yang akan fiurai oleh bakteri. Kemudian baik kolam maupun celah kecil ditutup karena proses anaerob harus bebas dari oksigen. Kolam penampung kedua juga akan menerima limbah cair disitu juga terjadi proses penguraian senyawa organik dari bakteri. Selain itu, kolam kedua terjadi pengumpulan gas metan yang dihasilkan dari proses anaerob yang nantinya akan menuju ke saluran pipa jika gas yang terbentuk sudah banyak. Di aliran pipa tersebut dipilih yang sesuai dengan kompor gas yang digunakan agar biogas dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar. Di aliran pipa menuju kompor diberi kran dengan tujuan, apabila kompor hendak digunakan, kran ini dibuka sehingga gas akan mengalir ke kompor. Jika tidak digunakan, kran dapat ditutup.
            Perlu diketahui bahwa proses anaerob membutuhkan perawatan. Ketika proses telah dilakukan, air yang ada di dalam kolam bisa dikeluarkan dan dialirkan menuju sungai. Kadar BOD dan COD dari air limbah sudah menurun sangat banyak yakni sekitar 90% menurut literatur yang diperoleh sehingga aman untuk dibuang. Selain itu, perawatan yang dilakukan ialah membersihkan kolam penampung dari lumpur yang terbentuk. Proses ini bisa dilakukan jika tidak ada limbah yang diproses. Pembesrsihan kolam harus dilakukan secara berkala dan hati-hati karena proses anaerob ini juga menghasilkan gas yang beracun.
            Lumpur yang terbentuk akan banyak mengandung kadar nitrogen baik dari proses anaerob maupun dari degradasi bakteri ketika banyak bakteri yang mati. Sehingga lumpur yang dihasilkan dapat digunakan menjadi pupuk.            
            Pengolahan limbah cair ini awalnya membutuhkan biaya untuk pembuatan kolam dan sebagainya dengan desain di atas. Selain itu, juga dibutuhkan bakteri untuk proses penguraian bakterinya. Biogas yang dihasilkan dapat dimanfaatkan untuk memasak. Perlu juga dilakukan pembersihan lumpur atau endapan yang dihasilkan dari proses ini.

I.        Analisis Kelebihan dan Kekurangan
Teknik pengolahan limbah yang ditawarkan ada dua yaitu daur ulang limbah padat dan pengolahan secara anaerob yaitu pembuatan biogas. Teknik ini perlu dilakukan analisis untuk bisa diketahui kelebihan dan kekurangannya.
Daur ulang limbah padat (ampas tahu) dilakukan dengan cara memanfaatkan sinar matahari. Dengan demikian tidak memerlukan biaya untuk energi yang digunakan. Namun, proses ini akan terhambat jika dilakukan pada musim penghujan. Jadi dapat dikatakan proses daur ulang ampas tahu untuk dijadikan tepung bergantung pada musim kemarau.
Selanjutnya ampas tahu diolah seperti yang dijelaskan di atas untuk pembuatan tepung. Pembuatan tepung cukup sederhana dan tidak memerlukan alat yang mahal. Alat yang digunakan berupa gilingan atau blender. Industri kecil pasti memiliki alat tersebut karena mereka juga melakukan proses penggilingan. Tepung yang dihasilkan dapat digunakan sendiri ataupun dijual sebagai pengganti tepung beras atau terigu. Sehingga akan bernilai ekonomis.
Teknik pengolahan limbah cair tahu secara anaerob untuk dijadikan biogas memerlukan modal awal untuk pembuatan kolam penampung dan alat lain seperti yang ada di rancangan di atas tadi serta pembelian bakteri. Adapun kelebihan dari proses anaerob ini yaitu: tidak membutuhkan oksigen karena pebambahan oksigen menambah biaya operasional, prosesnya menghasilkan lumpur yang sedikit dimana lumpur ini nantinya bisa digunakan sebagai pupuk karena kandungan nitrogen didalamnya dari penguraian bakteri yang mati dan proses anaerobnya, proses pengolahan secara anaerob juga menghasilkan gas yang bermanfaat seperti gas metan yang dapat digunakan sebagai bahan bakar, penguraian anaerob cocok untuk limbah industri makanan seperti tahu ini karena limbah yang dihasilkan mengandung kadar senyawa organik yang cukup tinggi dan bakteri yang digunakan dapat dikembangbiakkan sendiri dengan teknik tertentu.
Adapun kelemahan dari teknik anaerob ini yaitu  proses yang terjadi berjalan dengan lambat jika dibandingkan dengan teknik aerob, memerlukan lahan yang cukup luas, pengembangbiakan bakteri cukup rumit jika ingin menekan biaya operasional, dan dibutuhkan tenaga kerja baru untuk melakukan pengolahan anaerob ini karena pembersihan kolam dari lumpur juga perlu diperhatikan agar tidak mengganggu proses yang berjalan.

II.            Kesimpulan
Kesimpulan yang diperoleh yakni:
1.      Pengolahan limbah padat industri kecil tahu dapat dilakukan dengan cara daur ulang yakni menjadikan ampas tahu sebagai bahan penggnati tepung beras atau tapioka yang bernilai ekonomis.
2.      Pengolahan limbah cair industri kecil tahu dapat dilakukan dengan menggunakan proses pengolahan biologi seperti anaerob yang dapat menghasilkan biogas dan menurunkan kadar BOD dan COD dalam air limbah sehingga bisa air bisa dibuang ke selokan.
3.      Biogas dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar.