I.
Latar Belakang
Tahu merupakan makanan
tradisional bagi sebagian besar masyarakat di Indonesia. Makanan ini banyak
digemari selain karena rasanya yang enak dan harganya terjangkau, tahu juga
mengandung gizi yang baik dan pembuatannya yang murah dan sederhana.
Sekarang ini sebagian
besar industri pengolah tahu merupakan industri kecil berskala rumah tangga.
Teknologi yang digunakan juga rata-rata teknologi sedehana sehingga penggunaan
air dan bahan baku masih rendah dan tingkat produksi limbahnya juga relatif
tinggi.
Limbah sendiri merupakan
sisa dari suatu proses produksi baik industri maupun domestik (rumah tangga)
yang tidak diinginkan dan dibuang. Proses produksi akan berpengaruh terhadap
jenis limbah yang dihasilkan. Proses yang dilakukan industri tahu juga pasti
menghasilkan limbah. Untuk mengetahui limbah yang dihasilkan maka diperlukan
pengetahuan mengenai proses pengolahan tahu yang umumnya digunakan oleh
industri tahu.
Tahap awal proses produksi
tahu yakni melakukan pencucian dan perendaman kedelai dengan air bersih.
Perendaman kedelai ini dilakukan selama 3-12 jam pada suhu kamar 25oC
dengan tujuan memudahkan penggilingan. Kemudian dilakukan pengupasan kulit
kedelai. Kedelai yang sudah bersih dari kulitnya digiling. Hasil gilingan ini
berupa bubur kedelai yang selanjutnya direbus dengan air bersih selama 30 menit
pada suhu 100 – 110 oC. Perebusan ini bertujuan untuk menginaktifkan
zat antinutrisi kedelai seperti tripsin inhibitor dan sekaligus meningkatkan
nilai cerna, menggumpalkan protein serta menambah keawetan produk (Kaswinarni,
2007: 13). Rebusan kedelai disaring dalam keadaan panas dengan menggunakan kain
mori sambil dibilas dengan air hangat. Ampas tahu disisihkan sedangkan filtrat
yang diperoleh ditampung dalam bak. Filtrat ini diaduk-aduk sambil ditambahkan
asam cuka. Pemberian asam ini digunakan untuk menggumpalkan protein. Pemberian
asam cuka dihentikan ketika terlihat ada penggumpalan. Gumpalan tahu yang
diperoleh dipisahkan dari air yang mengandung asam cuka. Selanjutnya dilakukan
proses pencetakan /pengepresan. Pencetakan gumpalan tahu umumnya menggunakan
cetakan kayu. Kemudian gumpalan ini ditutupi kain dan dipres. Setelah cukup
dingin, tahu dipotong-potong sesuai dengan keinginan.
Proses produksi tahu secara
detail akan disajikan dalam bentuk diagram alir di bawah ini:
Gambar 1. Skema Proses
Produksi Tahu
Sumber: KLH dalam Kaswinarni (2007)
Sumber timbulan limbah
cair industri tahu berasal dari air yang banyak digunakan sebagai bahan pencuci
dan merebus kedelai untuk proses produksinya. Komponen terbesar dari limbah
cair tahu yaitu protein sebesar 226,06 sampai 434,78 mg/L (40-60%). Komponen
organik lainnya yaitu karbohidrat 25-50% dan lemak 10% (Pujiastuti, 2009).
Mengingat limbah cair
yang mendominasi di produksi tahu, para pengolah tahu biasanya masih banyak
yang kurang sadar bahwa dalam air limbahnya mengandung berbagai macam senyawa
organik sehingga mereka cenderung membuang air limbahnya di selokan dekat rumah
ataupun sungai. Seperti halnya industri kecil tahu di Desa Kedunglo Kecamatan
Mojowarno Kabupaten Jombang yang jumlahnya masih ada 2 industri. Kedua industri
tahu rumahan ini masih membuang limbah cairnya di selokan. Sehingga menimbulkan
bau yang tidak sedap di lingkungan tersebut. Sedangkan limbah padatnya ada yang
dibuang dan ada juga yang digunakan sebagai pakan ternak.
Untuk itu, paper ini
dibuat untuk memberikan gambaran dan sedikit rancangan guna membantu industri
kecil tahu dalam mengelola limbahnya dan mengurangi pencemaran lingkungan
akibat limbah tahu yang mereka hasilkan.
I. Masalah
Berdasarkan
latar belakang di atas, diperoleh permasalahan di bawah ini:
1.
Bagaimana cara melakukan pengolahan limbah padat untuk
industri kecil tahu?
2.
Bagaimana cara melakukan pengolahan limbah cair untuk
industri kecil tahu?
II. Jenis Limbah yang
Dihasilkan
Jenis limbah tahu yang
dihasilkan ada dua macam yakni limbah padat dan limbah cair. Limbah padat yang
dihasilkan yaitu kulit kedelai dan ampas tahu. Selain itu, mungkin diperoleh
kotoran seperti kerikil atau tanah yang jumlahnya tidak begitu banyak.
Limbah cair yang
dihasilkan dari proses produksi tahu antara lain air yang berasal dari proses
pencucian dan perendaman kedelai, perendaman kedelai, penggumpalan dan
pencetakan/pengepresan. Sebagian besar limbah cair ini berupa cairan kental dan
biasa disebut sebagai air dadih (whey).
Cairan ini mengandung kadar protein tinggi.
III. Teknik Pengolahan Limbah
Pengolahan limbah
merupakan serangkaian kegiatan yang bertujuan untuk mengurangi pencemaran
lingkungan yang diakibatkan oleh adanya limbah. Pengolahan limbah ini
disesuaikan dengan karakteristik dan jenis limbahnya agar bisa diperoleh hasil
yang maksimal.
Industri tahu
menghasilkan dua jenis limbah seperti yang telah dijelaskan di atas. Teknik
pengelolaan limbah yang ditawarkan untuk industri kecil tahu ada 2 macam sesuai
dengan jenis limbah yang dihasilkan. Teknik pengolahan limbah tahu yang pertama
yaitu teknik daur ulang untuk limbah padat. Teknik pengolahan limbah tahu kedua
yaitu pengolahan secara biologi untuk limbah cair dengan teknik anaerob.
Teknik pengolahan
limbah pertama yakni daur ulang limbah padat tahu. Limbah padat tahu yang
didaur ulang ialah selain kotoran seperti kerikil atau tanah karena material
itu dapat dibuang dan tidak mencemari lingkungan. Jadi, limbah padat yang
didaur ulang yaitu kulit kedelai dan ampas tahu.
Dasar dari teknik daur
ulang ini diusulkan yaitu kandungan gizi ampas tahu yang cukup tinggi. Adapun
data komposisi kandungan zat gizi pada ampas tahu menurut Pudjihastuti (Tarmidi,
2010) adalah sebagai berikut:
Berdasarkan data di
atas, ampas tahu dapat didaur ulang menjadi barang yang ekonomis. Teknik daur
ulang yang ditawarkan yaitu ampas tahu ini dijadikan sebagai bahan pengganti
tepung sedangkan kulit kedelai digunakan sebagai campuran pakan ternak.
Kulit kedelai digunakan
sebagai campuran pakan ternak Ruminansia.
Setelah proses produksi dilakukan, kulit kedelai yang diperoleh dikumpulkan
dalam satu wadah. Kemudian bisa dicampurkan dengan pakan ternak golongan Ruminansia.
Ampas tahu diolah
dengan proses tertentu sehingga dapat menjadi pengganti tepung beras atau
tepung terigu. Proses pembuatan tepung dari ampas tahu yaitu sejumlah ampas
tahu diperas airnya dan dikukus selama kurang lebih 15 menit. Ampas yang sudah
dikukus diletakkan di atas papan dan dijemur di bawah terik matahari. Setelah
kering, ampas dihaluskan dengan cara digiling atau diblender dan diayak. Tepung
yang dihasilkan tahan lama. Tepung ini dapat langsung dijual dengan harga yang
lebih mahal jika dibandingkan dengan langsung menjual ampas tahu sebagai pakan
ternak.
Rancangan daur ulang ampas tahu menjadi tepung ini yaitu:
Teknik pengolahan limbah
cair industri tahu kecil yang ditawarkan yaitu secara biologis. Proses
pengolahan limbah cair secara biologis ini dilakukan dengan memanfaatkan
aktivitas mikroorganisme (bakteri, ganggang, protozoa, dll) untuk menguraikan
atau merombak senyawa-senyawa organik dalam air menjadi zat-zat yang lebih
sederhana (cf. Sani, 2006: 20).
Teknik pengolahan limbah cair tahu yang ditawarkan secara
biologi khususnya anaerob karena murah dan cocok untuk industri kecil serta
berguna bagi daya dukung kelancaran produksi. Proses anaerob ini merupakan
proses pengubahan senyawa organik menjadi metana (CH4) dan karbon
dioksida (CO2) tanpa adanya oksigen (O2). Reaksi kimia
penguraian senyawa organik dengan proses anaerob secara keseluruhan yaitu:
Kadar protein limbah
cair tahu cukup tinggi sehingga jika ditambahkan bakteri tertentu, protein
maupun senyawa organik lainnya akan terdegradasi menjadi senyawa-senyawa di
atas dan salah satunya yaitu gas metan (CH4) yang sifatnya mudah
terbakar, bau dan tidak berwarna. Gas metan yang dihasilkan ini biasanya
disebut dengan biogas. Sifat gas metan sendiri mudah terbakar dapat dimanfaatkan
menjadi gas untuk memasak.
Bakteri yang digunakan dalam proses pembuatan biogas ini
ada 3 jenis yaitu bakteri hidrolisis, fermentasi, dan metanogens. Bakteri yang
digunakan dalam proses anaerob ini yaitu Clostridium,
Lactobacillus, Streptococcus, Syntrobacter wolnili, Syntrophomonas wolfei,
Methanobacterium formicum dan Methanobacterium mobilis. Adapaun prosedur
penguraian senyawa organik dengan bakteri-bakteri di atas adalah sebagai
berikut:
Gambar 3. Skema proses penguraian zat organikdengan bakteri menghasilkan gas metan
Sumber: Said dan Wahjono (LIMTT)
Rancangan pengolahan limbah cair tahu menjadi biogas
dengan cara anaerob adalah sebagai berikut:
Keterangan:
Nomer 1: kolam
penampung dari semen + penutup
2 : celah kecil plus penutup untuk memasukkan limbah
3 : celah kecil plus penutup untuk saluran pembuangan
lumpur
4 : pipa penyalur gas
5 : kran buka tutup
6 : kompor
7 : pipa aliran menuju selokan atau sungai
Limbah cair yang dihasilkan dimasukkan ke dalam kolam
penampung, selanjutnya bakteri yang dibutuhkan dimasukkan. Kolam penampung awal
terjadi proses pengendapan kotoran seperti kerikil, atau suspensi yang nantinya
akan mengendap menghasilkan lumpur. Sedangkan cairan yang ada di atasnya
mengandung berbagai senyawa organik yang akan fiurai oleh bakteri. Kemudian
baik kolam maupun celah kecil ditutup karena proses anaerob harus bebas dari
oksigen. Kolam penampung kedua juga akan menerima limbah cair disitu juga
terjadi proses penguraian senyawa organik dari bakteri. Selain itu, kolam kedua
terjadi pengumpulan gas metan yang dihasilkan dari proses anaerob yang nantinya
akan menuju ke saluran pipa jika gas yang terbentuk sudah banyak. Di aliran
pipa tersebut dipilih yang sesuai dengan kompor gas yang digunakan agar biogas
dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar. Di aliran pipa menuju kompor diberi
kran dengan tujuan, apabila kompor hendak digunakan, kran ini dibuka sehingga
gas akan mengalir ke kompor. Jika tidak digunakan, kran dapat ditutup.
Perlu diketahui bahwa proses anaerob membutuhkan
perawatan. Ketika proses telah dilakukan, air yang ada di dalam kolam bisa
dikeluarkan dan dialirkan menuju sungai. Kadar BOD dan COD dari air limbah
sudah menurun sangat banyak yakni sekitar 90% menurut literatur yang diperoleh
sehingga aman untuk dibuang. Selain itu, perawatan yang dilakukan ialah
membersihkan kolam penampung dari lumpur yang terbentuk. Proses ini bisa
dilakukan jika tidak ada limbah yang diproses. Pembesrsihan kolam harus
dilakukan secara berkala dan hati-hati karena proses anaerob ini juga menghasilkan
gas yang beracun.
Lumpur yang terbentuk akan banyak mengandung kadar
nitrogen baik dari proses anaerob maupun dari degradasi bakteri ketika banyak
bakteri yang mati. Sehingga lumpur yang dihasilkan dapat digunakan menjadi
pupuk.
Pengolahan limbah cair ini awalnya membutuhkan biaya
untuk pembuatan kolam dan sebagainya dengan desain di atas. Selain itu, juga
dibutuhkan bakteri untuk proses penguraian bakterinya. Biogas yang dihasilkan
dapat dimanfaatkan untuk memasak. Perlu juga dilakukan pembersihan lumpur atau
endapan yang dihasilkan dari proses ini.
I.
Analisis Kelebihan dan Kekurangan
Teknik pengolahan
limbah yang ditawarkan ada dua yaitu daur ulang limbah padat dan pengolahan
secara anaerob yaitu pembuatan biogas. Teknik ini perlu dilakukan analisis
untuk bisa diketahui kelebihan dan kekurangannya.
Daur ulang limbah padat
(ampas tahu) dilakukan dengan cara memanfaatkan sinar matahari. Dengan demikian
tidak memerlukan biaya untuk energi yang digunakan. Namun, proses ini akan
terhambat jika dilakukan pada musim penghujan. Jadi dapat dikatakan proses daur
ulang ampas tahu untuk dijadikan tepung bergantung pada musim kemarau.
Selanjutnya ampas tahu
diolah seperti yang dijelaskan di atas untuk pembuatan tepung. Pembuatan tepung
cukup sederhana dan tidak memerlukan alat yang mahal. Alat yang digunakan
berupa gilingan atau blender. Industri kecil pasti memiliki alat tersebut
karena mereka juga melakukan proses penggilingan. Tepung yang dihasilkan dapat
digunakan sendiri ataupun dijual sebagai pengganti tepung beras atau terigu.
Sehingga akan bernilai ekonomis.
Teknik pengolahan
limbah cair tahu secara anaerob untuk dijadikan biogas memerlukan modal awal
untuk pembuatan kolam penampung dan alat lain seperti yang ada di rancangan di
atas tadi serta pembelian bakteri. Adapun kelebihan dari proses anaerob ini
yaitu: tidak membutuhkan oksigen karena pebambahan oksigen menambah biaya
operasional, prosesnya menghasilkan lumpur yang sedikit dimana lumpur ini
nantinya bisa digunakan sebagai pupuk karena kandungan nitrogen didalamnya dari
penguraian bakteri yang mati dan proses anaerobnya, proses pengolahan secara
anaerob juga menghasilkan gas yang bermanfaat seperti gas metan yang dapat
digunakan sebagai bahan bakar, penguraian anaerob cocok untuk limbah industri
makanan seperti tahu ini karena limbah yang dihasilkan mengandung kadar senyawa
organik yang cukup tinggi dan bakteri yang digunakan dapat dikembangbiakkan
sendiri dengan teknik tertentu.
Adapun kelemahan dari
teknik anaerob ini yaitu proses yang
terjadi berjalan dengan lambat jika dibandingkan dengan teknik aerob, memerlukan
lahan yang cukup luas, pengembangbiakan bakteri cukup rumit jika ingin menekan
biaya operasional, dan dibutuhkan tenaga kerja baru untuk melakukan pengolahan
anaerob ini karena pembersihan kolam dari lumpur juga perlu diperhatikan agar
tidak mengganggu proses yang berjalan.
II.
Kesimpulan
Kesimpulan yang
diperoleh yakni:
1.
Pengolahan limbah padat industri kecil tahu dapat dilakukan
dengan cara daur ulang yakni menjadikan ampas tahu sebagai bahan penggnati
tepung beras atau tapioka yang bernilai ekonomis.
2.
Pengolahan limbah cair industri kecil tahu dapat dilakukan
dengan menggunakan proses pengolahan biologi seperti anaerob yang dapat
menghasilkan biogas dan menurunkan kadar BOD dan COD dalam air limbah sehingga
bisa air bisa dibuang ke selokan.
3.
Biogas dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar.